π°π©π―πͺπΏπ-π£
Kupikir semua akan berakhir, ternyata itu hanyalah awal dari cerita yang tak pernah usai.
...
Aku menatap jam tangan dan jalan secara bergantian. Sesekali meminta si supir untuk mempercepat laju kendaraannya. Sudah 20 menit berlalu sejak aku menerima telepon. Perasaan cemas dan kesal terlihat di wajahku karena terbayang suara parau si penelepon.
Setelah sampai di depan gedung, aku langsung berlari keluar tanpa meminta kembalian. Sapaan satpam yang terdengarpun aku abaikan. Tujuanku hanya ruangan di ujung lorong di lantai 3. Saat berada di depan pintu, aku mengambil napas panjang dan berharap keadaan di dalam tidak seperti yang aku bayangkan.
Setelah pintu terbuka aku tidak dapat menyembunyikan perasaan lega di wajahku, namun tidak lama. Setelah itu wajahku berubah merah karena marah, tidak lupa aku lemparkan tas yang aku bawa tepat di wajahnya.
"WOY DASAR ORANG GILA! BABI YA LU! NELPON GUE SAMBIL NANGIS-NANGIS! GUE KIRA LO KENAPA-NAPA YA BABI! LO KALO LAPER TINGGAL BILANG BAWAIN MAKANAN, SU! GAUSAH SAMBIL NANGIS-NANGIS KAYA NGGAK MAKAN DARI LAHIR!"
Dia hanya tertawa sambil melanjutkan kegiatannya mengunyah nasi yang tinggal sedikit.
"Lo lucu anjir kalo lagi marah-marah. Kaya orang kesambet, tapi gemesin. Jadi pengen nikahin deh," ucapnya sambil mengusap kepalaku.
Wajahku yang semula merah karena marah berubah menjadi merah karena malu. Ditambah lagi ucapan dia yang selanjutnya membuat marahku langsung hilang.
"Maaf ya sayang. Sebenernya aku kaya gitu biar kamu kesini. Aku baru pulang tugas seminggu lalu, tapi kamu nggak pernah bisa ditemuin. Aku kan kangen banget sama kamu. Tapi janji deh, nggak akan kaya gitu lagi"
.....................................................................
Komentar
Posting Komentar